UKM Bagaikan Anak Ayam Kehilangan Induknya. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia, sebagian besar merupakan kegiatan usaha rumah tangga yang menyerap banyak tenaga kerja.
Ini membuktikan dampak dan kontribusi pelaku UMKM yang sangat besar terhadap pengurangan tingkat pengangguran di Indonesia. Dengan semakin banyaknya keterlibatan tenaga kerja pada UMKM akan membantu mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Saat ini, UMKM sedang dalam "tren" yang positif dengan jumlahnya yang terus bertambah setiap tahun yang berdampak baik bagi perekonomian Indonesia. Ini menunjukkan bahwa UMKM yang ada di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan hingga dapat berkontribusi lebih besar lagi terhadap perekonomian Indonesia.
Sementara pihak pemerintah, agar pelaku UMKM lebih berkembang, telah memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Data menyebutkan pertumbuhan KUR sebesar Rp.178,07 triliun atau kurang lebih 16,25% pada tahun 2020 dan sebesar Rp.192,59 triliun atau kurang lebih 8,16% pada tahun 2021. Ini membuktikan para pelaku UMKM sangat membutuhkan suntikan dana dalam mengembangkan usahanya.
Pemerintah juga telah melakukan pemberian kredit kepada para pelaku usaha mikro yang berada di lapisan terbawah belum difasilitasi KUR atau non perbankan. Berdasarkan data dari Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Penyaluran Usaha Mikro (UMi) sejak 2017 sampai 2022 mencapai Rp.26, 2 triliun kepada 7,4 juta debitur. Ini membuktikan masih banyaknya para pelaku usaha mikro yang belum terfasilitasi oleh KUR dari perbankan.
Tentunya melihat data tersebut sangat menggembirakan bagi para pihak. Namun berbeda bila melihat langsung di lapangan, melalui pengawasan dan pembinaan secara langsung dan sukarela dari berbagai lembaga masyarakat.
Masalah yang dihadapi pelaku usaha kelas Mikro sangat klasik, yaitu selalu soal Produksi, Pemasaran dan Permodalan yang seharusnya permasalahan sama dari tahun ketahun dapat diantisipasi.
Sementara tugas pokok dan fungsi (tupoksi), tidak bermaksud mengoreksi sistem, menjadi pemisah antara lembaga (khusus di OPD/Organisasi Perangkat Daerah), yang nampaknya masih sebagain besar berjalan masing-masing.
Masalah produksi yang dihadapi pengusaha kelas Mikro, tersedianya bahan baku yang tidak menentu. Ini belum mendapat perhatian, atau setidaknya pihak dinas di daerah memberi informasi atau pendampingan untuk menyelesaikan ketersediaan bahan baku.
Tupoksi masalah ini ada di Dinas teknis, misal untuk bahan baku pisang untuk pengusaha makanan pisang goreng, dilakukan Dinas Pertanian.
Pemasaran yang masalahnya sudah puluhan tahun, tak bedanya dengan produksi. Saat ini pemerintah pusat sedang berupaya agar para UMKM memanfaatkan fasilitas internet dengan menggabungkan diri pada bidang Market Place (online). (bersambung)

Komentar
Posting Komentar